#sidebar ul { margin: 0; padding: 0; } #sidebar ul li { list-style: none; margin: 2px; padding: 2px; border: none; }

Tuesday, September 7, 2010

Halatuju Kurikulum Pendidikan Islam

Tujuan utama Pendidikan Islam adalah untuk mengenal Allah, mencintai-Nya dan mematuhi semua perintah dan larangan-Nya. Tujuan itu dapat diwujudkan hanya jika murid memiliki keyakinan bahawa hanya Islam jalan hidupnya dan mengamalkan prinsip-prinsip Islam dalam semua aspek kehidupannya, sesuai dengan tauladan Rasulullah SAW.

Cabaran utama kurikulum Pendidikan Islam adalah bagaimana menyediakan bentuk (design) kurikulum yang dapat memenuhi tujuan utama di atas sekaligus memenuhi keperluan dan pandangan masyarakat Muslim di era global ini. Al-Imam Al-Ghazali dalam Minhajul Abidin menawarkan tujuh tangga kurikulum pendidikan Islam yang dapat memenuhi halatuju Pendidikan Islam, iaitu : Al-Ilmu, At-Taubat, Al-Awa’iq (penghalang), Al-Awaridh (penggoda), Al-Bawa’its (motivasi), Al-Qowadhih (pencela) dan Al-Hamdu wa Asy-Syukru (puji dan syukur).

Dewasa ini sekolah Islam masih dipengaruhi kurikulum yang ditetapkan oleh kerajaan. Bentuk kurikulum yang dibangunkan adalah untuk mengenal cara kerja dunia (akademik) dan bagaimana mengendalikannya untuk kepentingan hidup di dunia. Walaupun secara filosofinya, Kurikulum Pendidikan Islam adalah berlandaskan nila-nilai keagamaan, namun dari sudut perlaksanaannya masih kurang mendasari pengembangan keimanan yang kukuh..

Sekolah Islam masih menggunakan kurikulum kebangsaan dalam lingkungan menyelaraskan pelajaran akademik dengan prinsip-prinsip Islam. Adapun tujuan kurikulum yang dirumuskan dalam Sistem Pendidikan di Malaysia masih terlalu banyak mengikuti pola pemikiran sekular.

Kurikulum yang Islami seharusnya memenuhi kriteria yang dinyatakan dalam tangga-tangga sebagaimana yang dinyatakan oleh Al-Imam Al-Ghazali seperti berikut:

Tangga pertama - Al-Ilmu, menjelaskan bahwa tujuan ilmu haruslah berobjektifkan kepada tiga perkara iaitu : 1) memahami bahwa seluruh aspek kehidupan seharusnya memiliki nilai ibadah, 2) Zat yang wajib diibadahi hanyalah Allah SWT, dan 3) memahami bagaimana cara ibadah yang benar.

Tangga kedua - At-Taubat ertinya bentuk kurikulum seharusnya membawa anak didik kembali kepada tiga tujuan ilmu di atas. Bermula dari peringkat pendidikan pra-sekolah, tiga tujuan ilmu ini perlu ditanamkan. Lapangan pendidikan berikutnya ditandai dengan ilmu yang lebih luas dan dalam. Seluruh tujuan pendidikan dan pembelajaran perlu merujuk kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits. Material pelajaran tidak hanya diberi nilai dengan prinsip-prinsip Islam sahaja tetapi diberi nilai yang digali terus dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.

Tangga ketiga - Al-Awa’iq menjelaskan empat langkah menghadapi empat nilai sekular dalam pembelajaran, iaitu : duniawi, demokrasi, nafsu dan syaitan. Empat nilai sekular yang menjadi penyakit bagi kurikulum Islam ini dapat diubati dengan : 1) at-tajarrud (jernih), iaitu memandang dunia dengan jernih bahwa dunia adalah alat atau ladang menuju kebahagiaan akhirat; 2) at-taffarud (mengasingkan), mengasingkan diri dari pandangan-pandangan umum manusia yang cenderung mendahulukan kepentingan dunia dari akhirat; 3) al-qohru (mengendalikan), iaitu bagaimana mengendalikan nafsu yang melekat pada diri manusia; dan 4) al-muharobah (memerangi), tiada jalan lain dalam menghadapi syaitan kecuali dengan memeranginya.

Tangga keempat - Al-Awaridh menjelaskan empat langkah dalam menghadapi empat nilai negatif kemanusiaan, iaitu : rezeki, khawatir (lintasan buruk), syadaaid (penderitaan) dan taqdir (ketetapan Allah). Ubat untuk menghadapi empat penggoda ini adalah : 1) At-tawakkal, iaitu meyakini bahwa rezeki telah ditetapkan oleh Allah tetapi usaha mencarinya merupakan ibadah; 2) At-tafwidh, berserah diri kepada Allah dan yakin bahwa Allah akan memberi jalan kemudahan; 3) Ash-shobru, jika terkena penderitaan yang menghambat perjalanan maka sabar adalah jalan terbaik; 4) At-taqdir, takdir sering diertikan negatif yang menghalangi manusia beramal, ubat yang terbaik mengatasinya adalah dengan jalan redha.

Tangga kelima - Al-Bawa’its menjelaskan bagaimana cara mengatasi kepenatan dan tiada semangat (demotivation), iaitu dengan sifat Ar-Roja’ (penuh harap) dan Al-Khouf (rasa takut). Harapan bererti seluruh motivasi belajar adalah untuk mencapai redha dan rahmat Allah SWT. Harapan saja tidak cukup mendorong perilaku seseorang, diperlukan juga perasaan takut.

Tangga keenam - Al-Qowadhih menjelaskan bahwa setelah mencapai kejayaan, manusia cenderung ingin dipuji, atau riya'. Jika ia bisa mengatasi keinginan dipuji oleh orang lain, ia terjebak untuk memuji dirinya sendiri, atau ’ujub. Dua hal ini akan menghalangi perjalanan murid untuk mengenal dan mencintai Allah SWT. Ubat untuk mengatasi dua penyakit ini adalah al-Ikhlas dan adz-Dzikru al-Minnah.

Ada rasa bangga bahwa Allah telah memilihnya dan menjadikannya seorang yang berjaya dan mengenal Allah SWT. Ia tenggelam dalam lautan nikmat dan jasa Allah SWT. Ia diberi taufik dan hidayah, pertolongan dan pendorong, penguat dan pendokong. Dengan izin Allah ia pun menyedari bahwa itu adalah sifat ketergelinciran atau ghurur. Ia perlu berhati-hati menghadapinya, karena keadaannya yang sangat lembut. Ia pun terus-menerus bermunajat kepada Allah. Sampailah munajatnya itu pada dorongan untuk terus-menerus memuji dan bersyukur hanya kepada Allah. Inilah tangga Al-Hamdu wa Asy-Syukru.

No comments:

Post a Comment